Kamis, 27 Mei 2010

TUGAS 3 - KEJAHATAN PERBANKAN BERBASIS IT

CYBERCRIME PERBANKAN BERBASIS IT

Masalah cyber crime dalam dunia perbankan kini kembali menjadi pusat perhatian.

Sebab muncul pola-pola baru dari cyber crime perbankan yang bermotif ekonomi. Jika dulu pelakunya mengincar barang-barang mahal dan langka, kini berupa uang. Meski sudah banyak pelaku cyber crime perbankan yang ditangkap dan dijatuhi hukuman penjara, nyatanya praktik kejahatan itu masih marak dengan cara yang beraneka. Kejahatan dunia maya sudah meresahkan masyarakat, termasuk dunia perbankan. Kejahatan dunia maya di Indonesia sudah sangat terkenal. Terus berkembangnya teknologi informasi (TI) juga membuat praktik cyber crime, terutama carding, kian canggih.

Carding adalah bentuk cyber crime yang paling kerap terjadi. Maka, tak heran jika dalam kasus credit card fraud, Indonesia pernah dinobatkan sebagai negara kedua tertinggi di dunia setelah Ukraina. Saat ini terjadi pergeseran pola carding. Kalau dulu mereka lebih mengincar barang-barang yang mahal dan langka, kini uang yang dicari. Misalnya, kini marak carding untuk perdagangan saham secara online. Pelaku carding dari Indonesia berfungsi sebagai pihak yang membobol kartu kredit, dan hasilnya digunakan oleh mitranya di luar negeri untuk membeli saham secara online. Keuntungan transaksi itu kemudian ditransfer ke sebuah rekening penampungan, yang kemudian dibagi lagi ke rekening anggota sindikat.

Setelah isu carding mereda, kini muncul bentuk kejahatan baru, yakni pembobolan uang nasabah melalui ATM atau cracking sistem mesin ATM untuk membobol dananya Kepercayaan terhadap perbankan tidak hanya terkait dengan keamanan simpanan nasabah di bank tersebut, tetapi juga terhadap keamanan sistem dan prosedur, pemanfaatan teknologi serta sumber daya manusia dalam memberikan pelayanan kepada nasabah. Salah satu aspek risiko yang hingga kini belum banyak diantisipasi adalah kegagalan transaksi perbankan melalui teknologi informasi (technology fraud) yang dalam risiko perbankan masuk kategori sebagai risiko operasional.

Secara umum, risiko operasional, menurut Basel Accord, didefinisikan sebagai kerugian akibat terjadinya kegagalan akibat faktor manusia, proses, dan teknologi yang menyebabkan terjadinya ketidakpastian pendapatan bank. Seiring dengan kemajuan teknologi informasi, proses operasional sebagian besar bank saat ini dilakukan selama 24 jam tanpa mengenal batasan jarak, khususnya bagi bank-bank yang telah dapat melakukan aktivitas operasionalnya melalui delivery channels, misalnya ATM, internet banking, phone banking, dan jenis transaksi media elektronik banking lainnya. Dengan demikian, pengendalian dan pengawasan operasional harus dilakukan pula secara 24 jam dan harus bersifat menyeluruh. Pengawasan dan pengendalian operasional tidak dapat lagi dilakukan dengan metode sample semata untuk memastikan bahwa operasional bank telah berjalan dengan baik.

Penerapan teknologi dan sistem informasi perbankan di Indonesia menunjukkan perkembangan pesat, baik dilihat dari tingkat teknologi yang digunakan maupun luas cakupan penerapannya dalam operasional perbankan. Fungsi teknologi informasi itu sendiri secara umum untuk meningkatkan efisiensi dan keefektifan operasional perbankan, yang secara makro selanjutnya akan meningkatkan kontribusi perbankan dalam meningkatkan perekonomian nasional, sesuai dengan fungsi perbankan sebagai agent of development, agent of trust, dan agent of equality. Apalagi Bank Indonesia sebagai otoritas moneter telah mendorong bank-bank untuk memanfaatkan medium teknologi informasi seperti Internet dalam menjalankan transparansi guna mencapai good corporate governance di industri perbankan nasional.

Dalam peraturan BI, BI secara jelas meminta bank-bank untuk memanfaatkan media Internet, yaitu homepage atau website yang dimiliki dan dikelolanya, dan mewajibkan untuk menampilkan laporan keuangannya di media Internet sebagai upaya meningkatkan transparansi. Penggunaan teknologi di bank seperti ATM , mobile ATM, internet banking, website, dan transaksi via email, merupakan bentuk pelayanan bank yang diharapkan dapat memudahkan nasabah. Bahkan nasabah sekarang ini banyak melakukan transaksi perbankan melalui saluran elektronik (electronic chanel) atau teknologi informasi.

Transaksi melalui saluran ini memang memiliki serangkaian keunggulan. Selain praktis, cara ini dapat menghemat biaya. Meskpun demikian, transaksi dengan memanfaatkan teknologi informasi juga memunyai potensi kegagalan atau dampak negatif yang justru menyebabkan kerugian bagi nasabah. Masalahnya sekarang, bagaimana jika terjadi pembobolan uang nasabah melalui ATM yang dilakukan orang lain? Siapa yang harus bertanggung jawab terhadap kasus tersebut? Dari beberapa pengaduan nasabah yang pernah mengalami kerugian akibat ATM-nya yang dibobol orang lain, perbankan mengelak untuk bertanggung jawab atau mengganti kerugian. Lantas, sejauh mana UU ITE dapat memberikan perlindungan terhadap nasabah yang mengalami kegagalan atau kerugian dengan adanya transaksi melalui teknologi informasi (mesin ATM)? Apalagi banyak pula tindakan pihak lain yang memang sengaja bertindak atau melakukan kejahatan dengan menggunakan teknologi informasi (cyber crime).

Kehadiran UU ITE seharusnya tidak sekadar menjerat orang-orang yang melakukan cyber crime. Lebih dari itu, UU ITE juga harus dapat memberikan jawaban terhadap siapa yang harus bertanggung jawab dengan adanya kerugian yang menimpa nasabah akibat cyber crime tersebut. Jika pihak bank tidak mau bertanggung jawab, lantas bagaimana perlindungan nasabah? Munculnya kejahatan perbankan (cyber crime) juga harus didukung adanya aturan yang memadai, baik yang dikeluarkan oleh badan regulasi yang terkait seperti Bank Indonesia maupun oleh badan semacam self regulatory body.

Pemerintah selama ini belum menganggap kejahatan IT sebagai prioritas utama dalam kebijakan penegakan hukum dibandingkan penanganan terorisme, makar, serta gerakan separatis di beberapa daerah. Bagi perbankan sendiri, upaya untuk mencegah technology fraud ataupun cyber crime ini bisa dilakukan melalui perbaikan sistem prosedur operasional bank dan melakukan pengecekan atau review secara berkala terhadap kapasitas dan kecukupan pengendalian risiko perbankan atau risk control sebagai early warning system atau sistem peringatan dini. Ini dilakukan sebagai bagian dari oversight supervision yang dilakukan terhadap bank. Meski langkah preventif harus dilakukan, tidak kalah penting adalah adanya jaminan perlindungan hukum terhadap nasabah dari kemungkinan adanya technology fraud ataupun cyber crime.

TUGAS 2 - JENIS-JENIS PROFESI


Sebutkan dan jelaskan jenis – jenis profesi yang anda ketahui ?


TI adalah Rekayasa ilmu dalam pengolahan data menjadi suatu bentuk yang lebih berguna dan lebih berarti bagi penerimanya.

Sementara Profesi TI adalah orang yang melakukan kegiatan-kegiatan TI tersebut.

Berikut merupakan jenis-jenis profesi TI.

1. Database Administrator

* Mengelola basis data pada suatu organisasi.
o Kebijakan tentang data.
o Ketersediaan dan integritas data.
o Standar kualitas data.
* Ruang lingkup meliputi seluruh organisasi/ perusahaan.


2. Grafik Designer

* Membuat desain grafis, baik itu web maupun animasi.
* Perlu menguasai web design dan aplikasi berbasis web.


3. Konsultan IT

* Menganalisa hal-hal yang berhubungan dengan TI.
* Memberikan solusi terhadap masalah yang dihadapi.
* Penguasaan masalah menjadi sangat penting.


4. Network Specialist

* Kemampuan :
o Merancang dan mengimplementasikan jaringan komputer.
o Mengelola jaringan komputer.
* Tugas :
o Mengontrol kegiatan pengolahan data jaringan.
o Memastikan apakah sistem jaringan komputer berjalan dengan semestinya.
o Memastikan bahwa tingkat keamanan data sudah memenuhi syarat.


5. Operator

* Menangani operasi sistem komputer.
* Tugas-tugas, antara lain :
o Menghidupkan dan mematikan mesin.
o Melakukan pemeliharaan sistem komputer.
o Memasukkan data.
* Tugas biasanya bersifat reguler dan baku.


6. Peneliti

* Menemukan hal – hal baru di bidang TI.
* Teori, konsep, atau aplikasi.


7. Project Manager

* Mengelola proyek pengembangan software.
* Tugas: meyakinkan agar pengembangan software.
o Dapat berjalan dengan lancar.
o Menghasilkan produk seperti yang diharapkan.
o Menggunakan dana dan sumber daya lain seperti yang telah dialokasikan.


8. Programer

* Kemampuan :
o Membuat program berdasarkan permintaan.
o Menguji dan memperbaiki program.
o Mengubah program agar sesuai dengan sistem.
* Penguasaan bahasa pemrograman sangat ditekankan.


9. Sistem Analis and Designer

* Melakukan analisis terhadap sebuah sistem dan mengidentifikasi kelebihan, kelemahan, dan problem yang ada.
* Membuat desain sistem berdasarkan analisis yang telah dibuat.
* Keahlian yang diperlukan :
o Memahami permasalahan secara cepat dan akurat.
o Berkomunikasi dengan pihak lain.


10. Teknisi Komputer

* Memiliki kemampuan yang spesifik, baik dalam bidang hardware maupun software.
* Mampu menangani problem-problem yang bersifat spesifik.


11. Trainer

Melatih ketrampilan dalam bekerja dengan komputer.
sebutkan dan jelaskan metode audit dalam informasi teknologi?

Audit atau pemeriksaan dalam arti luas bermakna evaluasi terhadap suatu organisasi, sistem, proses, atau produk. Audit dilaksanakan oleh pihak yang kompeten, objektif, dan tidak memihak, yang disebut auditor.
Dalam kegiatan auditing paling tidak mempunyai karakteristik sebagai berikut:
o Objektif: independen yaitu tidak tergantung pada jenis atau aktivitas organisasi yang diaudit
o Sistematis: terdiri dari tahap demi tahap proses pemeriksaan
o Ada bukti yang memadai: mengumpulkan, mereview, dan mendokumentasikan kejadian-kejadian
o Adanya kriteria: untuk menghubungkan pemeriksaan dan evaluasi bukti–bukti
Di dalam dunia teknologi informasi dibutuhkan juga audit, fungsinya adalah untuk mengevaluasi sistem informasi yang ada di suatu organisasi atau perusahaan. Banyak metode audit dalam teknologi informasi. Ini memungkinkan adanya perbedaan. Beberapa metode tersebut berbeda karena antara lain disebabkan:
* Otomatisasi, yaitu seluruh proses di dalam pemrosesan data elektronik mulai dari input hingga output cenderung secara otomatis, bentuk penggunaan dan jumlah kertas cenderung minimal, bahkan seringkali tidak ada (paperless office) sehingga untuk penelusuran dokumen (tracing) audit berkurang dibandingkan sistem manual yang banyak menggunakan dokumen dan kertas.
* Keterkaitan aktivitas yang berhubungan dengan catatan-catatan yang kurang terjaga.
* Dengan sistem on line mengakibatkan output seringkali tidak tercetak.
* “Audit Arround Computer” yang mengabaikan sistem komputer tetapi yang dilihat atau yang diuji adalah Input dan Output.
* ”Audit Through Computer” menggunakan bantuan komputer (atau software) untuk mengaudit.
Jika pelaksanaan audit di sistem informasi berbasis komputer dilakukan secara konvensional terhadap lingkungan Pemrosesan Data Elektronik seperti dalam sistem manual, maka cenderung tidak menghasilkan hasil yang memuaskan, baik oleh klien maupun auditor sendiri, bahkan cenderung tidak efisien dan tidak terarah.
Untuk itu seringkali dalam proses pengembangan sebuah sisem informasi akuntansi berbasis komputer melibatkan akuntan. Jika akuntan terlibat dalam desain sistem Pemrosesan Data Elektronik sebuah organisasi maka akan memudahkan pengendalian dan penelusuran audit ketika klien tersebut meminta untuk pekerjaan audit. Ada 2 keuntungan jika seorang akuntan terlibat dalam disain sistem informasi dalam lingkungan pemrosesan data elektronik, yaitu pertama, meminimalisasi biaya modifikasi sistem setelah implementasi dan kedua, mengurangi pengujian selama proses audit.
Tahapan Proses Audit
Dalam melaksanakan tugasnya, auditor yang akan melakukan proses audit di lingkungan PDE mempunyai 4 tahapan audit sebagai berikut:
1. Perencanaan Audit (Audit Planning).}Tujuan perencanaan audit adalah untuk menentukan why, how, when dan by whom sebuah audit akan dilaksanakan. Aktivitas perencanaan audit meliputi:
* Penetapan ruang lingkup dan tujuan audit
* Pengorganisasian tim audit
* Pemahaman mengenai operasi bisnis klien
* Kaji ulang hasil audit sebelumnya (jika ada)
* Mengidentifikasikan faktor-faktor yang mempengaruhi resiko audit
* Penetapan resiko dalam lingkungan audit, misalkan bahwa inherent risk, control risk dan detection risk dalam sebuah on-line processing, networks, dan teknologi maju database lainnya akan lebih besar daripada sebuah sistem akuntansi manual.
2. Penyiapan program audit (Prepare audit program). } Yaitu antara lain adalah mengumpulkan bukti audit (Collection of Audit Evidence) yang meliputi:
* Mengobservasi aktivitas operasional di lingkungan PDE
* Mengkaji ulang sistem dokumentasi PDE
* Mendiskusikan dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan dengan petugas berwenang.
* Pengujian keberadaan dan kondisi fisik aktiva.
* Konfirmasi melalui pihak ketiga
* Menilai kembali dan re-performance prosedur sistem PDE.
* Vouching ke dokumen sumber
* Analytical review dan metodesampling
3. Evaluasi bukti (Evaluation of Audit Evidence).Auditor menggunakan bukti untuk memperoleh keyakinan yang memadai (reasonable assurance), jika inherent risk dan control risk sangat tinggi, maka harus mendapatkan reasonable assurance yang lebih besar. Aktivitas evaluasi bukti yang diperoleh meliputi:
1. Menilai (assess) kualitas pengendalian internal PDE
2. Menilai reliabilitas informasi PDE
3. Menilai kinerja operasional PDE
4. Mempertimbangkan kembali kebutuhan adanya bukti tambahan.
5. Mempertimbangkan faktor resiko
6. Mempertimbangkan tingkat materialitas
7. Bagaimana perolehan bukti audit.
4. Mengkomunikasikan hasil audit}
Auditor menyiapkan beberapa laporan temuan dan mungkin merekomendasikan beberapa usulan yang terkait dengan pemeriksaan dengan di dukung oleh bukti dan dalam kertas kerjanya. Setelah direkomendasikan juga harus dipantau apakah rekomendasinya itu ditindaklanjuti.

TUGAS 1 - ETIKA DAN PROFESIONALISME

Etika adalah sebuah nilai yang menjadi pegangan seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah laku didalam kehidupan berkelompok tentunya tidak lepas dari tindakan-tindakan tidak etis. Etika dalam teknologi informasi privasi menyangkut hak individu untuk mempertahankan informasi pribadi dari pengaksesan oleh orang lain yang memang tidak diberi ijin untuk melakukannya.
Profesionalisme adalah tugas dan kewajiban yang dilaksanakan untuk memenuhi kebutuhan yang rumit dari klien, yang mencakup pengambilan keputusan dengan kemungkinan akibat yang luas bagi masyarakat.
Jadi Etika dan Profesionalisme adalah melindungi masyarakat dari kerugian yang dapat ditimbulkan karena ketidak mampuan teknis dan perilaku yang tidak etis, dari mereka yang menganggap dirinya sebagai tenaga profesional dalam bidang tersebut yang dapat memberikan dampak negatif kepada pengguna lain.
Beberapa kode etik yang diharapkan pengguna internet :
1.Menghindari dan tidak mempublikasi informasi yang secara langsung berkaitan dengan masalah pornografi dan nudisme dalam segala bentuk.

2.Menghindari dan tidak mempublikasi informasi yang memiliki tendensi menyinggung secara langsung dan negatif masalah suku, agama dan ras (SARA), termasuk di dalamnya usaha penghinaan, pelecehan, pendiskreditan, penyiksaan serta segala bentuk pelanggaran hak atas perseorangan, kelompok / lembaga / institusi lain.

3.Menghindari dan tidak mempublikasikan informasi yang berisi instruksi untuk melakukan perbuatan melawan hukum (illegal) positif di Indonesia dan ketentuan internasional umumnya.

4.Tidak menampilkan segala bentuk eksploitasi terhadap anak-anak dibawah umur.

5.Tidak mempergunakan, mempublikasikan dan atau saling bertukar materi dan informasi yang memiliki korelasi terhadap kegiatan pirating, hacking dan cracking.

6.Bila mempergunakan script, program, tulisan, gambar / foto, animasi, suara atau bentuk materi dan informasi lainnya yang bukan hasil karya sendiri harus mencantumkan identitas sumber dan pemilik hak cipta bila ada dan bersedia untuk melakukan pencabutan bila ada yang mengajukan keberatan serta bertanggung jawab atas segala konsekuensi yang mungkin timbul karenanya.

7.Tidak berusaha atau melakukan serangan teknis terhadap produk, sumber daya (resource) dan peralatan yang dimiliki pihak lain.

8.Menghormati etika dan segala macam peraturan yang berlaku di masyarakat internet umumnya dan bertanggung jawab sepenuhnya terhadap segala muatan / isi situsnya.

9.Untuk kasus pelanggaran yang dilakukan oleh pengelola, anggota dapat melakukan teguran secara langsung.

Beberapa usaha yang dapat dilakukan untuk meningkatkan profesionalisme dalam masyarakat dalam bidang teknologi komputer dan informasi
1.Sertifikasi
2.Akreditasi
3.Forum Komunikasi

Selasa, 11 Mei 2010

FAKTOR TERJADINYA CYBERCRIME

FAKTOR TERJADINYA CYBERCRIME

Beberapa faktor yang menyebabkan kejahatan komputer (cybercrime) kian marak dilakukan antara lain adalah:

1. Akses internet yang tidak terbatas.
2. Kelalaian pengguna komputer.
Hal ini merupakan salah satu penyebab utama kejahatan komputer.
3. Mudah dilakukan dengan resiko keamanan yang kecil dan tidak diperlukan peralatan yang super modern.
Walaupun kejahatan komputer mudah untuk dilakukan tetapi akan sangat sulit untuk melacaknya, sehingga ini mendorong para pelaku kejahatan untuk terus melakukan hal ini.


4. Para pelaku merupakan orang yang pada umumnya cerdas, mempunyai rasa ingin tahu yang besar, dan fanatik akan teknologi komputer.
Pengetahuan pelaku kejahatan komputer tentang cara kerja sebuah komputer jauh diatas operator komputer.
5. Sistem keamanan jaringan yang lemah.
6. Kurangnya perhatian masyarakat.
Masyarakat dan penegak hukum saat ini masih memberi perhatian yang sangat besar terhadap kejahatan konvesional. Pada kenyataannya para pelaku kejahatan komputer masih terus melakukan aksi kejahatannya.
7. Belum adanya undang-undang atau hukum yang mengatur tentang kejahatan komputer.


Tindakan, perilaku, perbuatan yang termasuk dalam kategori kejahatan komputer atau Cybercrime adalah sebagai berikut:
1. Penipuan finansial melalui perangkat komputer dan media komunikasi digital.
2. Sabotase terhadap perangkat-perangkat digital
3. Pencurian informasi pribadi/informasi
4. Penyebaran virus, worm ataupun trojan

PENANGANAN CYBERCRIME

PENANGANAN CYBERCRIME

Beberapa langkah penting yang harus dilakukan setiap negara dalam penanganan

cybercrime adalah :

1. Melakukan modernisasi hukum pidana nasional beserta hukum

acaranya, yang diselaraskan dengan konvensi internasional yang terkait

dengan kejahatan tersebut.

2. Meningkatkan sistem pengamanan jaringan komputer nasional sesuai

standar internasional.

3. Meningkatkan pemahaman serta keahlian aparatur penegak hukum

mengenai upaya pencegahan, investigasi dan penuntutan perkara-perkara

yang berhubungan dengan cybercrime.

4. Meningkatkan kesadaran warga negara mengenai masalah cybercrime

serta pentingnya mencegah kejahatan tersebut terjadi.

5. Meningkatkan kerjasama antar negara, baik bilateral, regional maupun

multilateral, dalam upaya penanganan cybercrime, antara lain melalui

perjanjian ekstradisi dan mutual assistance treaties.

Jenis-jenis Katagori CyberCrime

Jenis-jenis Katagori CyberCrime

Eoghan Casey mengkategorikan cybercrime dalam 4 kategori yaitu:

  1. A computer can be the object of Crime.
  2. A computer can be a subject of crime.
  3. The computer can be used as the tool for conducting or planning a crime.
  4. The symbol of the computer itself can be used to intimidate or deceive.

Polri dalam hal ini unit cybercrime menggunakan parameter berdasarkan dokumen kongres PBB tentang The Prevention of Crime and The Treatment of Offlenderes di Havana, Cuba pada tahun 1999 dan di Wina, Austria tahun 2000, menyebutkan ada 2 istilah yang dikenal :

  1. Cyber crime in a narrow sense (dalam arti sempit) disebut computer crime: any illegal behaviour directed by means of electronic operation that target the security of computer system and the data processed by them.
  2. Cyber crime in a broader sense (dalam arti luas) disebut computer related crime: any illegal behaviour committed by means on relation to, a computer system offering or system or network, including such crime as illegal possession in, offering or distributing information by means of computer system or network.


Dari beberapa pengertian di atas, cybercrime dirumuskan sebagai perbuatan melawan hukum yang dilakukan dengan memakai jaringan komputer sebagai sarana/ alat atau komputer sebagai objek, baik untuk memperoleh keuntungan ataupun tidak, dengan merugikan pihak lain.